Fanfiction ini dibuat berdasarkan kisah nyata, gaisss! Mengingat 13 Desember kemarin Sungmin married... YAUDAH, fans bisa apa? ^^ Btw, happy newyear and happy birthday Sungmin-ssi!!!
Happy reading~!
Happy reading~!
***
Title : Who am I?
Rating
: PG-15
Genre
: Sad Romance
Length
: Oneshoot
Cast
:
- Lee Sung Min
- Park Jung Soo
- Lee Dong Jae
- Shin Ji Rae
- Lee Yong Sun
- Han Rae Yoo
***
Ketika
kau harus melanjutkan hidupmu,
di saat rasa itu muncul lagi…
Suara
ponsel yang berdering cukup keras di sudut ruangan. Sudah hampir enam kali
benda berbentuk persegi panjang itu mengeluarkan bunyi deringan yang entah
bagaimana sama sekali tidak mengganggu sang pemiliknya yang sedang berkutat
dengan tumpukan kardus yang hampir melebihi tinggi badannya yang mungil.
Dengan
sangat pelan-pelan pemilik ponsel itu mengangkat satu persatu kardus itu dan
memindahkannya ke sisi kanan di ruangan yang pengap itu. Begitu seterusnya
hingga ia berhasil mendapatkan enam tumpukan kardus.
“Akhirnya
selesai juga,”
ucap Jirae sambil membersihkan
tangannya yang terbungkus sarung tangan tebal yang sudah terlihat usang. Sambil berjalan
pelan, ia menyeka keringat yang menghiasi keningnya.
Matanya
terbelalak saat menyadari bahwa dari tadi ada telepon masuk di ponselnya.
Buru-buru ia berlari kecil mendekati meja kecil yang ada di sudut ruangan. Tapi
sayang, ia terpaksa terjatuh karena tersandung kakinya sendiri. Mau tidak mau
ia harus terjungkal dan berakhir di lantai penuh debu yang kotor dengan
keningnya yang menyentuh lantai itu terlebih dahulu.
“Aish...” Yeoja itu meringis kesakitan saat ia
merasakan ada sesuatu yang menyakitkan berasal dari keningnya. Rasa nyeri yang
menyerang keningnya itu sama sekali tidak dihiraukannya. Lalu di ambilnya ponsel yang
dari tadi terus berdering.
“Yeoboseo?” Ucapnya sambil
mengusap-usap keningnya.
“YAK,
JIRAE-YA! Kemana saja kau
ini?! Kenapa baru kau angkat teleponmu?!”
Jirae
terpaksa menjauhkan telinganya dari ponsel itu ketika suara nyaring menyeruak
keluar dari lubang speaker ponselnya. “Apa-apaan ini,” gumam Jirae yang tidak tahu siapa
yang berteriak tadi.
“Ada
yang bisa saya bantu?” Tanya Jirae dengan nada bicara
sopan.
“Ada
yang bisa saya bantu? Yak, apa kau tidak menyimpan nomor ponselku lagi?!”
Jirae
menatap layar ponselnya sekilas. Di sana memang ada sederet nomor yang sama
sekali tidak ia
kenal. Memangnya nomor siapa ini? “Eoh,” hanya itu yang keluar
dari mulut Jirae.
“Yongie, Lee Yong Sun.” Kata seseorang yang ada
di seberang telepon sana.
Mata
Jirae langsung terbelalak
saat berhasil mengingat nama orang itu. Ya. Lee
Yong Sun, teman masa kecilnya saat masih duduk
di bangku Junior High School.
“Yongie?” Jirae mencoba memastikan
bahwa suara itu adalah suara teman kecilnya yang sering ia panggil ‘Yongie’.
“Ne, Yongie. Kau sudah
ingat sekarang?” Tanya
suara itu.
Yeoja
berkulit bersih tapi tertutup oleh debu itu langsung menyunggingkan senyum lebarnya.
“Jadi benar kau Yongie? Wah, sudah lama sekali aku tidak mendengar kabarmu.” Ujar Jirae.
“Aish kau, mau ku jitak kepalamu?!
Bukankah delapan bulan yang lalu aku menelponmu dan aku menyuruhmu untuk
menyimpan nomorku? Dasar bodoh.”
“Hehehe mian, Yongie. Aku tidak
sempat menyimpannya. Tapi... ada
apa kau menelponku?” Jirae
mencoba mengalihkan topik
agar temannya itu tidak lagi memarahinya.
“Kau
harus segera datang. Tidak boleh ada kata terlambat atau tidak bisa datang.
Kami tunggu di café dekat kantorku. Kau tahu kantorku, kan?”
“Memangnya
ada apa?” Tanya
Jirae seraya menyandarkan
punggungnya di dinding gudang tempatnya bekerja.
“Ini
sangat penting, menyangkut
hidup dan matiku. Jadi kau harus datang, eoh?” Suara itu terdengar ketakutan.
“Yaa... Yongie, apa yang
terjadi?”
PIP!
Dan tiba-tiba sambungan telepon pun terputus. Jirae spontan merasa khawatir. Apa yang sedang
terjadi pada temannya itu? Kenapa
ini menyangkut hidup dan mati?
Dengan
tergesa-gesa, yeoja itu berlari menyambar mantel cokelat dan tas miliknya, kemudian melesat keluar dari gudang.
“Jirae-ya! Mau kemana kau?!
Apa barang-barangnya sudah kau tata?” Seseorang
menghentikan laju lari Jirae.
“Sudah
semua, Bos. Aku harus segera pulang,
ada sesuatu yang terjadi pada temanku. Untuk gaji
hari ini, aku akan mengambilnya besok. Aku pergi!” Setelah membungkuk sebentar pada pria bertubuh besar
yang ia panggil Bos itu, Jirae kembali berlari menjauh dari bangunan besar yang
berada di dekat pelabuhan kecil.
Ya.
Jirae, yeoja bertubuh mungil itu memang
bekerja di tempat tersebut.
Ia bekerja sebagai pengangkut kardus-kardus berisi ikan-ikan beku. Dan itu
sudah dijalani selama dua
tahun ini setelah ia tidak diterima di Universitas Seoul karena tidak dapat melengkapi salah satu
biaya administrasinya.
***
Jirae
menoleh kesana kemari mencari sosok Yong
Sun, temannya yang beberapa saat lalu terdengar sedang
meminta pertolongan.
“Shin Jirae!”
Jirae
menoleh ke arah seseorang yang memanggilnya. Dilihatnya di dekat kaca besar,
seorang yeoja bertubuh tinggi dan langsing sedang melambaikan tangan padanya.
Butuh beberapa detik bagi Jirae
untuk mengenali wajah itu. Yong Sun.
Jirae
berlari kecil menghampiri yeoja itu. “Yongie?” Tanya Jirae yang sesaat kemudian tersontak kaget karena ia
dipeluk oleh yeoja itu.
“Jirae, aku sangat
merindukanmu...”
Yeoja itu melepas
pelukannya.
“Yongie?”
Jirae mengulang
pertanyaannya lagi. Mendadak kepalanya dijitak oleh yeoja itu.
“Apa
aku harus memakai seragam sekolah dulu supaya
kau mengenaliku dengan cepat?” Gerutu
Yong Sun.
Jirae
hanya menggaruk tengkuknya. “Tapi, kenapa kau menyuruhku
datang kemari? Kau bilang tadi kau antara hidup dan mat— eoh?”
Jirae
terpaksa berhenti bicara karena Yong
Sun lebih dulu menarik tangannya agar berjalan menuju
sebuah meja yang sudah ada empat
orang di sana.
“Nona
Shin sudah datang!” Ujar
Yong Sun pada orang-orang itu.
Mata
Jirae langsung terbelalak
saat mengenali wajah-wajah itu. Bukankah mereka adalah teman-teman masa
sekolahnya juga? Park Jung Soo,
sang Ketua Kelas yang sering
didekati oleh Yong Sun dan memiliki wajah seperti malaikat tapi suka menyiksa
teman sekelasnya untuk membersihkan kelas dengan alasan agar tidak terkena
penyakit. Lee Dong Jae, Han Rae Yoo... ah
Dong Jae, Rae Yoo, Yong Sun dan aku—Jirae—saat menduduki bangku Junior High
School kami bisa dikatakan empat sekawan. Dong Jae, namja yang merupakan fanboy
dari Girl’s Generation dan dulu sering mengaku bahwa dirinya adalah ulzzang.
Rae Yoo, yeoja berambut ikal yang mempunyai suara emas namun sangat pelit.
Dan satu lagi,
namja berkemeja putih dengan motif
kotak-kotak hitam yang sedang sibuk dengan layar
ponselnya...
DEG!
Jantung
Jirae mendadak berhenti saat
ia melihat wajah namja itu. Mata itu,
hidung itu...
semua itu perlahan
membuat Jirae harus mengingat semua
kenangan ketika ia berada di sekolah. Kenangan di mana selama masa sekolah ia
menyimpan rasa suka dan kagum
pada namja itu—rasa yang
ia kira adalah perasaan suka yang terjadi antara sesama anak remaja.
Lee
Sungmin...
“Duduklah.”
Jirae
mati-matian menyembunyikan rasa gugupnya ketika Yong Sun mendorongnya agar duduk di kursi yang berhadapan langsung dengan
Sungmin. Sekali lagi,
namja itu belum mengangkat kepalanya sekedar melihat siapa yang sudah duduk di
hadapannya.
“Jirae-ya, wah ku kira kau berubah.
Ternyata masih sama saja,
kecil hahaha.” Ujar Jung Soo ringan sambil memakan
waffle-nya.
“Yak, kenapa kau terlihat
begitu berantakan?!”
Jirae
memandang Dong Jae
yang baru saja bertanya padanya. Yeoja itu menoleh ke kaca di sampingnya dan melihat pantulan
dirinya. Jirae
baru saja menyadari bahwa penampilannya jauh berbeda dengan teman-temannya.
Celana jeans, T-shirt abu-abu yang dipadu dengan mantel cokelat yang terlihat
kebesaran. Rambut panjang yang ia ikat sembarangan dengan anak-rambut yang
menjuntai dimana-mana. Poni rambutnya pun terlihat acak-acakan. Ditambah wajah
putih yang sudah berhias debu di bagian pipi, hidung dan kening. Masih ada
keringat yang tertinggal di pelipis yeoja itu. Mirip korban penculikan yang
berusaha melarikan diri setelah terjatuh di selokan.
“Ah... tadi aku langsung kemari seusai mendapat telepon ancaman dari Yongie,”
ujar Jirae berusaha merapikan
rambutnya.
“Lama
tidak bertemu, Shin Jirae.”
Sungmin yang sedari tadi terdiam akhirnya menegakkan kepalanya dan menyapa Jirae. Sesaat, namja itu
terlihat terkejut melihat keadaan Jirae
yang terkesan menyedihkan.
Susah
payah Jirae membalas tatapan
Sungmin. Bahkan yeoja itu begitu kesulitan membalas senyuman yang diberikan
oleh Sungmin. “Ne,
Sungmin-ssi.” Jawab Jirae.
Yong
Sun, Rae Yoo, dan Dong Jae jelas tertegun menatap Jirae secara bersamaan.
“Sungmin-ssi?
Jadi itu panggilanmu terhadap Sungminie?” Celetuk
Rae Yoo.
Jirae
langsung menoleh pada Rae Yoo. “Mwo-ya?”
“Paling
tidak sekarang ia mau memanggilku, Rae-ah.
Apa kalian lupa bagaimana selama tiga
tahun ia sangat jarang sekali memanggilku? Bahkan untuk menatapku saja ia tidak
mau,” ujar Sungmin seraya
menyesap milkshake
pesanannya.
“Yak, bukannya aku tidak mau.
Hanya saja... kau
tidak lihat bagaimana teman-teman tercintamu ini dan yang lain mengolok-olokku? Siapa yang tidak malu
bila ada yang bilang bahwa kita ada hubugan spesial setiap hari, eoh?” Elak Jirae.
“Kau
kira aku juga tidak malu? Paling tidak aku tidak separah dirimu, Jirae-ya.” Ejek Sungmin.
Akhirnya suasana canggung antara Jirae dan Sungmin pun cair. Sedikit lega, Jirae bisa merasakan bagaimana rasanya berbincang-bincang dengan Sungmin, bercanda dengannya. Akhirnya Jirae bisa melihat namja itu tersenyum padanya.
Akhirnya suasana canggung antara Jirae dan Sungmin pun cair. Sedikit lega, Jirae bisa merasakan bagaimana rasanya berbincang-bincang dengan Sungmin, bercanda dengannya. Akhirnya Jirae bisa melihat namja itu tersenyum padanya.
Acara
makan malam itu pun berakhir. Rae Yoo
merengek untuk pergi ke Sungai Han karena sudah lama tidak berkumpul seperti
dulu. Akhirnya semua menyetujuinya.
“Jirae biar denganku saja,” ujar Sungmin saat Rae Yoo menarik tangan Jirae agar masuk ke dalam
mobilnya ketika Jirae
berniat masuk ke dalam mobil Jung Soo
bersama Yong Sun dan Dong Jae.
“Baiklah.
Jirae-ya, kau dengan Sungmin. Biar aku, Yongie dan Dong Jae naik
mobil Jung Soo,” Rae Yoo
menyeret Dong Jae dan Yong Sun
ke mobil Jung Soo. “Jung Soo-ya, kajja!”
***
Saat
di dalam mobil, Jirae
sama sekali tidak mengeluarkan kata apapun. Ia sibuk dengan pikirannya yang
berkecamuk. Bahkan hingga kini ia belum juga percaya bahwa namja yang ada di
sampingnya yang sedang menyetir ini adalah Lee Sungmin, anak laki-laki yang
disukainya dulu sekaligus rivalnya dalam memperebutkan juara sekolah.
Tiba-tiba
mobil berhenti.
“Eoh, kenapa berhenti?” Tanya Jirae.
Sungmin
tak menjawab. Namja itu justru mengambil sebuah kotak dari jok belakang dan
keluar dari mobil. Jirae
yang melihatnya hanya memasang wajah bingung.
Jirae
sedikit terkejut saat ia mendengar suara ketukan dari arah kaca mobil di
sampingnya. Ternyata Sungmin yang menyuruhnya untuk keluar dari mobil.
“Ada
apa? Kenapa kita berhenti di sini? Bukankah Sungai Han ada di depan sana?” Ujar Jirae seraya menutup pintu mobil.
Yeoja
itu tersentak ketika tangan Sungmin menariknya untuk menepi di sebuah taman
kecil di pinggir jalan. Lalu mendudukkannya. Kemudian namja itu duduk di
samping Jirae.
“Sungmin-ssi...” Jirae tak lagi
melanjutkan kata-katanya ketika tangan Sungmin menyapu wajahnya menggunakan
tisu basah. Dengan perlahan dan lembut, Sungmin menyeka debu-debu yang menempel
di wajah Jirae.
Membuat yeoja itu terpaku
dengan mata yang tak berkedip.
Ia
tak berani menatap mata Sungmin yang terlihat fokus dengan wajahnya. Diam-diam Jirae merasa malu pada
Sungmin.
“Eoh, apa ini?” Tangan Sungmin berhenti
saat ia baru saja menyibak poni Jirae
dan mendapati sebuah luka lecet berwarna merah kehitaman di kening yeoja itu.
Jirae
mengeluh kesakitan ketika tanpa sengaja tisu Sungmin menyentuh luka itu.
“Kau
terluka? Kapan?” Tanya
Sungmin dengan nada cemas.
“Terluka?”
Jirae mengulurkan tangannya
sendiri untuk menyentuh luka di keningnya. “Ini? Ah... aku baru ingat. Tadi
sebelum aku datang ke café, aku sempat terjatuh. Ini tidak apa-apa,” ucap Jirae.
Dengan
wajah terlihat kesal, Sungmin mengambil plester dari dalam kotak dan
menempelkannya pada luka Jirae.
“Apa
kau seceroboh itu sampai kau bisa terjatuh dan menganggap luka ini hanya luka
ringan?” Sungmin
merapikan poni dan rambut Jirae.
“Tadi
Yong Sun menyuruhku untuk
segera datang. Mengobati lukaku? Bahkan untuk sekedar mengganti baju kerjaku
saja aku tidak sempat huh,”
bantah Jirae.
Sungmin
tersenyum geli melihat Jirae
yang mengerucutkan bibirnya. Untuk
beberapa saat tak ada kata antara Jirae
dan Sungmin. Hingga akhirnya Sungmin mengutarakan sesuatu yang membuat Jirae terenyah.
“Sayang
sekali waktu selama tiga
tahun tidak kita habiskan bersama. Maaf, Shin
Jirae.” Sungmin menoleh ke arah Jirae.
Jirae
hanya tersenyum tipis. Kata-kata Sungmin jelas langsung mengenai hatinya.
Apakah Sungmin juga merasakan hal yang sama dengannya?
“Gwaenchana.
Saat itu kita masih sama-sama remaja.
Semua anak kecil yang beranjak
dewasa pasti merasakan hal yang sama ketika
mereka sudah besar... menyesal karena tidak bisa bermain
bersama. Aku mengerti akan hal itu,”
jelas Jirae.
Percakapan
itu lambat laun akan membuat Jirae
merasakan sesak di hatinya andai saja ia tidak
segera meminta Sungmin untuk segera masuk ke dalam mobil dan segera datang ke
Sungai Han.
***
“Kemana
saja kalian berdua?” Dong Jae
menunjuk Sungmin dan Jirae
yang baru saja keluar dari mobil.
“Jalan-jalan
sebentar. Bukankah kau bilang aku harus menebus hari-hari dulu yang tak bisa
kuhabiskan bersamanya karena ejekan kalian?” Seloroh
Sungmin.
Jung
Soo yang sedaritadi hanya diam, kemudian melepaskan lengan Yong Sun yang
bergelayut di lengannya dan mengecupnya pelan lalu berjalan mendekati Sungmin
dan merangkulnya sambil
berjalan menuju tepi Sungai Han.
“Aish...
jinjja!” Dong Jae mengeluh frustasi, sesaat kemudian berlari kecil menyusul
Jung Soo dan Sungmin
Suasana
Sungai Han pada malam hari terlihat begitu cantik. Banyak orang yang datang ke
sana bersama pasangan dan keluarga mereka untuk berkumpul bersama. Jirae yang duduk di salah satu bangku di tepi Sungai
Han hanya memandang tiga orang namja
yang berkelahi layaknya anak kecil di hadapannya. Perlahan sebuah senyum tersungging
di bibir Jirae.
Jadi begini rasanya berkumpul bersama Sungmin? Begitu hangat dan menyenangkan.
Jirae
menyentuh dadanya. Di dalam sana terdengar suara detak yang begitu cepat.
Apakah rasa itu muncul lagi setelah lebih dari tujuh tahun rasa itu terkubur di hatinya?
“Sifat
Sungmin tidak bisa berubah dari dulu,”
celetuk Yong Sun yang sudah duduk di sisi kiri Jirae sambil memberikan satu gelas jus jeruk
padanya.
“Iya.
Sungmin, seorang anak laki-laki
yang hiperaktif. Seharusnya dulu kau juga bermain dengannya, Jirae-ya.” Ternyata Rae Yoo juga sudah duduk di sisi kanan Jirae.
“Yak, apa aku harus
menuliskan daftar kelakuan kalian berdua padaku dulu? Aku yakin akan butuh ratusan
lembar untuk itu semua,” omel Jirae
sambil menyipitkan kedua matanya dan melemparkan pandangan sinis itu ke arah
kedua temannya secara bergantian. “‘Seharusnya
dulu kau juga bermain dengannya, Jirae-ya’? Kalau dulu kalian tidak
mengolok-olok kami, dari dulu aku sudah bersahabat dengannya,” timpal Jirae
lagi.
Sesaat
kemudian tiga namja itu berlari menuju tempat mereka duduk. Dong Jae dan Jung
Soo terlihat terengah-engah. Begitu juga dengan Sungmin
yang sudah melepas dua kancing atas kemejanya.
“Sudah
puas bermain layaknya anak kecil?” Tanya
Rae Yoo seraya melempar tiga kaleng soft drink pada
tiga namja tersebut.
“Seharusnya
kita bisa mengundang banyak teman kita lagi. Akan seru bila semua ada di sini.” Seru Jung Soo.
Sungmin
terkekeh sambil meninju pelan
lengan
Jung Soo.
“Siapa
yang menyuruhku untuk mengadakan reuni dadakan hari ini?” Yong Sun melirik Sungmin ketus.
“Kalau bukan Sungmin yang merengek karena dia harus ke Jepang dua hari lagi
untuk mengurusi pernikahannya, aku tidak akan mau.”
“Pernikahan?”
Sontak Jirae menoleh ke arah Yong Sun dengan terkejut.
Apakah temannya ini baru saja mengucapkan kata pernikahan?
“Kau
belum tahu, Jirae-ya?
Sungmin bulan depan akan menikahi tunangannya. Yeoja blasteran Korea-Jepang itu
pasti sudah katarak mau menikah dengannya,”
ujar Dong Jae yang langsung dijitak kepalanya oleh
Sungmin.
Ada
yang hancur berkeping-keping di dalam sana. Di dalam hati Jirae. Di dalam hati yang
benar-benar dalam dan jauh dari permukaan. Jirae
mengepalkan tangannya yang ia sembunyikan di dalam saku mantelnya.
Mata
Jirae menangkap sebuah benda
berwarna putih yang melingkar di jari manis Sungmin. Yang ia kira—sejak awal ia bertemu
dengan Sungmin di café tadi—hanyalah
cincin biasa yang digunakan oleh pengusaha muda lainnya.
Tidak
mungkin kini ia menampakkan wajah sedih. Ia harus terlihat terkejut dan bahagia
mendengar berita menyakitkan itu. “Wah~ jadi kau akan menikah? Aigoo... aku
rasa aku cemburu, Sungmin-ssi hahaha...” Jirae mencoba tertawa terbahak seraya
mengusap setitik air yang keluar dari sudut matanya.
“Tenang
saja. Aku akan memberikan undangan padamu, Jirae-ya. Akan kuantar sendiri.
Special for you!” Sungmin tersenyum padanya.
Undangan
pernikahan akan diantar sendiri oleh Sungmin? Bahkan mendengar berita
pernikahan Sungmin saja sudah membuat Jirae
harus mati-matian menopang tubuhnya agar tetap duduk tegak. Bagaimana nanti bila di depan
pintu rumahnya sudah ada Sungmin yang sudah membawa sebuah undangan pernikahan
untuknya?
“Bisa
tidak kita mencari topik pembicaraan selain pernikahan Sungmin? Itu terlalu
menyebalkan!”
Celetuk Yong Sun yang langsung
dirangkul oleh Sungmin dengan erat.
“Dari
tadi aku belum tahu pekerjaan Jirae,” Jung
Soo memilih duduk di tanah sambil bersila menghadap tiga yeoja yang duduk manis
di atas bangku di depannya. “Jirae-ya, kau sekarang bekerja
di mana?” Tanya
Jung Soo memandang polos ke arah
Jirae.
“Eoh,
aku? Aku bekerja di... di gudang penyimpanan ikan
beku, di dekat pelabuhan.” Jawaban
Jirae ternyata membuat
teman-temannya terenyah.
“Jirae-ya...”
“Wae?
Apa ada yang salah?” Jirae
menatap satu persatu teman-temannya itu.
“Yang
ku tahu,
tempat itu tidak cocok untuk yeoja. Kau yakin bekerja di sana?” Dong Jae bertanya dengan nada
serius.
Jirae
mengangguk. “Bahkan sudah berjalan dua
tahun ini.”
Tanpa sengaja mata Jirae
menatap Sungmin yang sedang memandangnya dengan tatapan yang sulit ia artikan.
“Kau
itu yeoja cerdas dan pintar. Bagaimana bisa kau bekerja di tempat seperti itu?
Itu pekerjaan yang sangat kasar untuk ukuran seorang yeoja,” ujar Sungmin pada Jirae.
“Gwaenchana.
Aku menikmatinya,”
jawab Jirae disusul seringai kecil di sudut bibirnya.
***
Selama
perjalanan pulang, Jirae
lebih diam dibanding sebelumnya. Berita pernikahan Sungmin ternyata sudah
melemaskan setiap anggota tubuhnya. Ia hanya memandang jalanan di depan mobil
Sungmin yang melaju kencang.
Apa
rasa ini telah salah muncul tiba-tiba? Tentu saja sangat salah. Tidak mungkin
ia menyukai namja yang sudah akan menikah. Bulan depan pula. Jirae memejamkan matanya.
“Kau
sudah mengantuk?”
Sebuah
suara membuat Jirae
kembali membuka mata. “Ani.
Aku hanya lelah,”
jawabnya.
“Boleh
aku bertanya sesuatu?” Namja
itu memelankan laju mobilnya.
“…….”
“Setelah
mengetahui hal-hal yang mengejutkan dari teman-temanmu termasuk aku, apa yang
akan kau lakukan?”
“Eoh?”
“Tadi
kudengar Jung Soo
akan segera terbang ke Prancis untuk proyek barunya. Yong Sun akan ikut dengannya
karena yeoja gila itu akan menjadi partner dalam proyeknya. Rae Yoo minggu depan akan
mulai sibuk dengan butiknya yang ada di Cina. Dong Jae tiga hari yang akan datang sudah disibukkan oleh pemotretan di
luar negeri. Sedangkan...”
“Sedangkan
kau akan segera menikah dengan tunanganmu bulan depan? Maksudmu itu?” Mata Jirae mulai terasa panas.
Untung saja keadaan dalam mobil yang gelap membuat Sungmin tidak bisa melihat
bahwa dirinya akan meneteskan air mata.
Sungmin
tertawa pelan. “Ne, itu maksudku. Aku khawatir denganmu. Saat ku tahu kau bekerja di
tempat penyimpanan ikan beku, aku sudah membayangkan betapa kerasnya pekerjaan
itu.”
Jirae
menghela napas sejenak. “Teman-temanku sudah akan membuat kehidupan yang baru.
Mungkin aku akan melanjutkan hidupku,”
kata Jirae.
“Melanjutkan
hidup... aku harap kau tidak
membuka buku baru untuk melanjutkan hidupmu nanti.”
“Maksudmu?”
Sungmin
tidak menjawab. Ia membelokkan mobilnya menuju jalanan kecil yang akan
mengantar mereka ke rumah Jirae.
“Aku
pernah mendengar sebuah ungkapan. Melanjutkan hidup bukan berarti kita harus
membeli buku baru untuk menuliskan sesuatu yang baru dalam hidup kita,” Sungmin menoleh ke
arah Jirae.
“Lalu
apa yang harus aku lakukan?”
“Cukup
membuka lembar halaman baru pada buku yang sama,” kata Sungmin.
“Apakah
itu harus?”
“Kadang
pada lembar halaman sebelumnya, kita mempunyai catatan-catatan penting yang
pasti akan kita gunakan kelak pada lembar yang baru.
Dan aku tidak mau kau
melupakan catatan-catatanmu yang ada pada halaman sebelumnya. Aku ingin kau
mengingatnya.”
Jirae
mengepalkan tangannya. “Tapi ku rasa,
ada beberapa catatan yang harus
aku lupakan.”
Mobil
Sungmin berhenti di depan rumah Jirae.
Sungmin menyuruh Jirae
untuk segera keluar dan memintanya untuk segera istirahat. “Jaga dirimu baik-baik, Jirae-ya.”
Jirae
melambaikan tangannya pada Sungmin yang sudah meninggalkan rumahnya. Dengan
gontai yeoja itu memasuki rumah kecilnya. Sesaat setelah ia menutup pintu,
tubuhnya merosot begitu saja. Kaki-kakinya lemas. Jirae memukuli dadanya.
Berharap rasa sakit yang tak jelas itu segera menghilang dari dalam sana.
“Jirae, ini salah. Ini tidak
benar. Kau hanya terhanyut karena kau bertemu dengannya hari ini. Bukankah sebelumnya
kau tidak apa-apa?” Ucapnya
pada dirinya sendiri.
Drrt... Drrttt...
Ponselnya
bergetar. Ada pesan masuk dari seseorang yang beberapa jam lalu baru saja
bertukar nomor ponsel dengannya. Mendadak
tangisnya pecah saat membaca isi pesan baru saja diterima.
From
: Lee Sungmin
Aku
ingin kau tidak melupakan catatan pada lembar halaman lamamu, dimana aku yakin di
sana tertulis namaku... Lee
Sungmin.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar