WARNING!

DON'T JUDGE MY POST. BECAUSE, MY OPINION: "I WILL WRITE WHAT I FEEL."

Rabu, 31 Desember 2014

Fanfiction / Who am I? / Oneshoot

Fanfiction ini dibuat berdasarkan kisah nyata, gaisss! Mengingat 13 Desember kemarin Sungmin married... YAUDAH, fans bisa apa? ^^ Btw, happy newyear and happy birthday Sungmin-ssi!!!
Happy reading~!

***

Title                : Who am I?
Rating             : PG-15
Genre              : Sad Romance
Length             : Oneshoot
Cast                 :

  • Lee Sung Min
  • Park Jung Soo
  • Lee Dong Jae
  • Shin Ji Rae
  • Lee Yong Sun
  • Han Rae Yoo



***

Ketika kau harus melanjutkan hidupmu, di saat rasa itu muncul lagi…



Suara ponsel yang berdering cukup keras di sudut ruangan. Sudah hampir enam kali benda berbentuk persegi panjang itu mengeluarkan bunyi deringan yang entah bagaimana sama sekali tidak mengganggu sang pemiliknya yang sedang berkutat dengan tumpukan kardus yang hampir melebihi tinggi badannya yang mungil.

Dengan sangat pelan-pelan pemilik ponsel itu mengangkat satu persatu kardus itu dan memindahkannya ke sisi kanan di ruangan yang pengap itu. Begitu seterusnya hingga ia berhasil mendapatkan enam tumpukan kardus.

“Akhirnya selesai juga,” ucap Jirae sambil membersihkan tangannya yang terbungkus sarung tangan tebal yang sudah terlihat usang. Sambil berjalan pelan, ia menyeka keringat yang menghiasi keningnya.

Matanya terbelalak saat menyadari bahwa dari tadi ada telepon masuk di ponselnya. Buru-buru ia berlari kecil mendekati meja kecil yang ada di sudut ruangan. Tapi sayang, ia terpaksa terjatuh karena tersandung kakinya sendiri. Mau tidak mau ia harus terjungkal dan berakhir di lantai penuh debu yang kotor dengan keningnya yang menyentuh lantai itu terlebih dahulu.

“Aish...Yeoja itu meringis kesakitan saat ia merasakan ada sesuatu yang menyakitkan berasal dari keningnya. Rasa nyeri yang menyerang keningnya itu sama sekali tidak dihiraukannya. Lalu di ambilnya ponsel yang dari tadi terus berdering.

“Yeoboseo?” Ucapnya sambil mengusap-usap keningnya.

“YAK, JIRAE-YA! Kemana saja kau ini?! Kenapa baru kau angkat teleponmu?!”
Jirae terpaksa menjauhkan telinganya dari ponsel itu ketika suara nyaring menyeruak keluar dari lubang speaker ponselnya. “Apa-apaan ini,” gumam Jirae yang tidak tahu siapa yang berteriak tadi.

“Ada yang bisa saya bantu? Tanya Jirae dengan nada bicara sopan.

“Ada yang bisa saya bantu? Yak, apa kau tidak menyimpan nomor ponselku lagi?!”

Jirae menatap layar ponselnya sekilas. Di sana memang ada sederet nomor yang sama sekali tidak ia kenal. Memangnya nomor siapa ini? “Eoh,” hanya itu yang keluar dari mulut Jirae.

Yongie, Lee Yong Sun.Kata seseorang yang ada di seberang telepon sana.

Mata Jirae langsung terbelalak saat berhasil mengingat nama orang itu. Ya. Lee Yong Sun, teman masa kecilnya saat masih duduk di bangku Junior High School.

“Yongie?” Jirae mencoba memastikan bahwa suara itu adalah suara teman kecilnya yang sering ia panggil Yongie.

“Ne, Yongie. Kau sudah ingat sekarang?” Tanya suara itu.

Yeoja berkulit bersih tapi tertutup oleh debu itu langsung menyunggingkan senyum lebarnya. “Jadi benar kau Yongie? Wah, sudah lama sekali aku tidak mendengar kabarmu.” Ujar Jirae.

Aish kau, mau ku jitak kepalamu?! Bukankah delapan bulan yang lalu aku menelponmu dan aku menyuruhmu untuk menyimpan nomorku? Dasar bodoh.

“Hehehe mian, Yongie. Aku tidak sempat menyimpannya. Tapi... ada apa kau menelponku?” Jirae mencoba mengalihkan topik agar temannya itu tidak lagi memarahinya.

“Kau harus segera datang. Tidak boleh ada kata terlambat atau tidak bisa datang. Kami tunggu di café dekat kantorku. Kau tahu kantorku, kan?”

“Memangnya ada apa?” Tanya Jirae seraya menyandarkan punggungnya di dinding gudang tempatnya bekerja.

“Ini sangat penting, menyangkut hidup dan matiku. Jadi kau harus datang, eoh?” Suara itu terdengar ketakutan.

“Yaa... Yongie, apa yang terjadi?”

PIP! Dan tiba-tiba sambungan telepon pun terputus. Jirae spontan merasa khawatir. Apa yang sedang terjadi pada temannya itu? Kenapa ini menyangkut hidup dan mati?

Dengan tergesa-gesa, yeoja itu berlari menyambar mantel cokelat dan tas miliknya, kemudian melesat keluar dari gudang.

Jirae-ya! Mau kemana kau?! Apa barang-barangnya sudah kau tata?” Seseorang menghentikan laju lari Jirae.

“Sudah semua, Bos. Aku harus segera pulang, ada sesuatu yang terjadi pada temanku. Untuk gaji hari ini, aku akan mengambilnya besok. Aku pergi!” Setelah membungkuk sebentar pada pria bertubuh besar yang ia panggil Bos itu, Jirae kembali berlari menjauh dari bangunan besar yang berada di dekat pelabuhan kecil.

Ya. Jirae, yeoja bertubuh mungil itu memang bekerja di tempat tersebut. Ia bekerja sebagai pengangkut kardus-kardus berisi ikan-ikan beku. Dan itu sudah dijalani selama dua tahun ini setelah ia tidak diterima di Universitas Seoul karena tidak dapat melengkapi salah satu biaya administrasinya.
***

Jirae menoleh kesana kemari mencari sosok Yong Sun, temannya yang beberapa saat lalu terdengar sedang meminta pertolongan.

Shin Jirae!”

Jirae menoleh ke arah seseorang yang memanggilnya. Dilihatnya di dekat kaca besar, seorang yeoja bertubuh tinggi dan langsing sedang melambaikan tangan padanya. Butuh beberapa detik bagi Jirae untuk mengenali wajah itu. Yong Sun.

Jirae berlari kecil menghampiri yeoja itu. “Yongie?” Tanya Jirae yang sesaat kemudian tersontak kaget karena ia dipeluk oleh yeoja itu.

Jirae, aku sangat merindukanmu...Yeoja itu melepas pelukannya.

“Yongie?” Jirae mengulang pertanyaannya lagi. Mendadak kepalanya dijitak oleh yeoja itu.

“Apa aku harus memakai seragam sekolah dulu supaya kau mengenaliku dengan cepat?” Gerutu Yong Sun.

Jirae hanya menggaruk tengkuknya. “Tapi, kenapa kau menyuruhku datang kemari? Kau bilang tadi kau antara hidup dan mat— eoh?

Jirae terpaksa berhenti bicara karena Yong Sun lebih dulu menarik tangannya agar berjalan menuju sebuah meja yang sudah ada empat orang di sana.

“Nona Shin sudah datang!” Ujar Yong Sun pada orang-orang itu.

Mata Jirae langsung terbelalak saat mengenali wajah-wajah itu. Bukankah mereka adalah teman-teman masa sekolahnya juga? Park Jung Soo, sang Ketua Kelas yang sering didekati oleh Yong Sun dan memiliki wajah seperti malaikat tapi suka menyiksa teman sekelasnya untuk membersihkan kelas dengan alasan agar tidak terkena penyakit. Lee Dong Jae, Han Rae Yoo... ah Dong Jae, Rae Yoo, Yong Sun dan aku—Jirae—saat menduduki bangku Junior High School kami bisa dikatakan empat sekawan. Dong Jae, namja yang merupakan fanboy dari Girl’s Generation dan dulu sering mengaku bahwa dirinya adalah ulzzang. Rae Yoo, yeoja berambut ikal yang mempunyai suara emas namun sangat pelit. Dan satu lagi, namja berkemeja putih dengan motif kotak-kotak hitam yang sedang sibuk dengan layar ponselnya...

DEG!

Jantung Jirae mendadak berhenti saat ia melihat wajah namja itu. Mata itu, hidung itu... semua itu perlahan membuat Jirae harus mengingat semua kenangan ketika ia berada di sekolah. Kenangan di mana selama masa sekolah ia menyimpan rasa suka dan kagum pada namja itu—rasa yang ia kira adalah perasaan suka yang terjadi antara sesama anak remaja.

Lee Sungmin...

“Duduklah.

Jirae mati-matian menyembunyikan rasa gugupnya ketika Yong Sun mendorongnya agar duduk di kursi yang berhadapan langsung dengan Sungmin. Sekali lagi, namja itu belum mengangkat kepalanya sekedar melihat siapa yang sudah duduk di hadapannya.

Jirae-ya, wah ku kira kau berubah. Ternyata masih sama saja, kecil hahaha. Ujar Jung Soo ringan sambil memakan waffle-nya.

Yak, kenapa kau terlihat begitu berantakan?!

Jirae memandang Dong Jae yang baru saja bertanya padanya. Yeoja itu menoleh ke kaca di sampingnya dan melihat pantulan dirinya. Jirae baru saja menyadari bahwa penampilannya jauh berbeda dengan teman-temannya. Celana jeans, T-shirt abu-abu yang dipadu dengan mantel cokelat yang terlihat kebesaran. Rambut panjang yang ia ikat sembarangan dengan anak-rambut yang menjuntai dimana-mana. Poni rambutnya pun terlihat acak-acakan. Ditambah wajah putih yang sudah berhias debu di bagian pipi, hidung dan kening. Masih ada keringat yang tertinggal di pelipis yeoja itu. Mirip korban penculikan yang berusaha melarikan diri setelah terjatuh di selokan.

Ah... tadi aku langsung kemari seusai mendapat telepon ancaman dari Yongie,” ujar Jirae berusaha merapikan rambutnya.

“Lama tidak bertemu, Shin Jirae.” Sungmin yang sedari tadi terdiam akhirnya menegakkan kepalanya dan menyapa Jirae. Sesaat, namja itu terlihat terkejut melihat keadaan Jirae yang terkesan menyedihkan.

Susah payah Jirae membalas tatapan Sungmin. Bahkan yeoja itu begitu kesulitan membalas senyuman yang diberikan oleh Sungmin. “Ne, Sungmin-ssi. Jawab Jirae.

Yong Sun, Rae Yoo, dan Dong Jae jelas tertegun menatap Jirae secara bersamaan.

“Sungmin-ssi? Jadi itu panggilanmu terhadap Sungminie?” Celetuk Rae Yoo.

Jirae langsung menoleh pada Rae Yoo. Mwo-ya?”

“Paling tidak sekarang ia mau memanggilku, Rae-ah. Apa kalian lupa bagaimana selama tiga tahun ia sangat jarang sekali memanggilku? Bahkan untuk menatapku saja ia tidak mau,ujar Sungmin seraya menyesap milkshake pesanannya.

Yak, bukannya aku tidak mau. Hanya saja... kau tidak lihat bagaimana teman-teman tercintamu ini dan yang lain mengolok-olokku? Siapa yang tidak malu bila ada yang bilang bahwa kita ada hubugan spesial setiap hari, eoh?” Elak Jirae.

“Kau kira aku juga tidak malu? Paling tidak aku tidak separah dirimu, Jirae-ya. Ejek Sungmin.

Akhirnya suasana canggung antara Jirae dan Sungmin pun cair. Sedikit lega, Jirae bisa merasakan bagaimana rasanya berbincang-bincang dengan Sungmin, bercanda dengannya. Akhirnya Jirae bisa melihat namja itu tersenyum padanya.

Acara makan malam itu pun berakhir. Rae Yoo merengek untuk pergi ke Sungai Han karena sudah lama tidak berkumpul seperti dulu. Akhirnya semua menyetujuinya.

Jirae biar denganku saja,” ujar Sungmin saat Rae Yoo menarik tangan Jirae agar masuk ke dalam mobilnya ketika Jirae berniat masuk ke dalam mobil Jung Soo bersama Yong Sun dan Dong Jae.

“Baiklah. Jirae-ya, kau dengan Sungmin. Biar aku, Yongie dan Dong Jae naik mobil Jung Soo,” Rae Yoo menyeret Dong Jae dan Yong Sun ke mobil Jung Soo. “Jung Soo-ya, kajja!”
***

Saat di dalam mobil, Jirae sama sekali tidak mengeluarkan kata apapun. Ia sibuk dengan pikirannya yang berkecamuk. Bahkan hingga kini ia belum juga percaya bahwa namja yang ada di sampingnya yang sedang menyetir ini adalah Lee Sungmin, anak laki-laki yang disukainya dulu sekaligus rivalnya dalam memperebutkan juara sekolah.

Tiba-tiba mobil berhenti.

Eoh, kenapa berhenti?” Tanya Jirae.

Sungmin tak menjawab. Namja itu justru mengambil sebuah kotak dari jok belakang dan keluar dari mobil. Jirae yang melihatnya hanya memasang wajah bingung.

Jirae sedikit terkejut saat ia mendengar suara ketukan dari arah kaca mobil di sampingnya. Ternyata Sungmin yang menyuruhnya untuk keluar dari mobil.

“Ada apa? Kenapa kita berhenti di sini? Bukankah Sungai Han ada di depan sana?” Ujar Jirae seraya menutup pintu mobil.

Yeoja itu tersentak ketika tangan Sungmin menariknya untuk menepi di sebuah taman kecil di pinggir jalan. Lalu mendudukkannya. Kemudian namja itu duduk di samping Jirae.

“Sungmin-ssi...” Jirae tak lagi melanjutkan kata-katanya ketika tangan Sungmin menyapu wajahnya menggunakan tisu basah. Dengan perlahan dan lembut, Sungmin menyeka debu-debu yang menempel di wajah Jirae. Membuat yeoja itu terpaku dengan mata yang tak berkedip.

Ia tak berani menatap mata Sungmin yang terlihat fokus dengan wajahnya. Diam-diam Jirae merasa malu pada Sungmin.

“Eoh, apa ini?” Tangan Sungmin berhenti saat ia baru saja menyibak poni Jirae dan mendapati sebuah luka lecet berwarna merah kehitaman di kening yeoja itu.

Jirae mengeluh kesakitan ketika tanpa sengaja tisu Sungmin menyentuh luka itu.

“Kau terluka? Kapan?” Tanya Sungmin dengan nada cemas.

“Terluka?” Jirae mengulurkan tangannya sendiri untuk menyentuh luka di keningnya. “Ini? Ah... aku baru ingat. Tadi sebelum aku datang ke café, aku sempat terjatuh. Ini tidak apa-apa,” ucap Jirae.

Dengan wajah terlihat kesal, Sungmin mengambil plester dari dalam kotak dan menempelkannya pada luka Jirae.

“Apa kau seceroboh itu sampai kau bisa terjatuh dan menganggap luka ini hanya luka ringan?” Sungmin merapikan poni dan rambut Jirae.

“Tadi Yong Sun menyuruhku untuk segera datang. Mengobati lukaku? Bahkan untuk sekedar mengganti baju kerjaku saja aku tidak sempat huh,” bantah Jirae.

Sungmin tersenyum geli melihat Jirae yang mengerucutkan bibirnya. Untuk beberapa saat tak ada kata antara Jirae dan Sungmin. Hingga akhirnya Sungmin mengutarakan sesuatu yang membuat Jirae terenyah.

“Sayang sekali waktu selama tiga tahun tidak kita habiskan bersama. Maaf, Shin Jirae.” Sungmin menoleh ke arah Jirae.

Jirae hanya tersenyum tipis. Kata-kata Sungmin jelas langsung mengenai hatinya. Apakah Sungmin juga merasakan hal yang sama dengannya?

“Gwaenchana. Saat itu kita masih sama-sama remaja. Semua anak kecil yang beranjak dewasa pasti merasakan hal yang sama ketika mereka sudah besar... menyesal karena tidak bisa bermain bersama. Aku mengerti akan hal itu,jelas Jirae.

Percakapan itu lambat laun akan membuat Jirae merasakan sesak di hatinya andai saja ia tidak segera meminta Sungmin untuk segera masuk ke dalam mobil dan segera datang ke Sungai Han.
***

“Kemana saja kalian berdua?” Dong Jae menunjuk Sungmin dan Jirae yang baru saja keluar dari mobil.

“Jalan-jalan sebentar. Bukankah kau bilang aku harus menebus hari-hari dulu yang tak bisa kuhabiskan bersamanya karena ejekan kalian?” Seloroh Sungmin.

Jung Soo yang sedaritadi hanya diam, kemudian melepaskan lengan Yong Sun yang bergelayut di lengannya dan mengecupnya pelan lalu berjalan mendekati Sungmin dan merangkulnya sambil berjalan menuju tepi Sungai Han.

“Aish... jinjja!” Dong Jae mengeluh frustasi, sesaat kemudian berlari kecil menyusul Jung Soo dan Sungmin

Suasana Sungai Han pada malam hari terlihat begitu cantik. Banyak orang yang datang ke sana bersama pasangan dan keluarga mereka untuk berkumpul bersama. Jirae yang duduk di salah satu bangku di tepi Sungai Han hanya memandang tiga orang namja yang berkelahi layaknya anak kecil di hadapannya. Perlahan sebuah senyum tersungging di bibir Jirae. Jadi begini rasanya berkumpul bersama Sungmin? Begitu hangat dan menyenangkan.

Jirae menyentuh dadanya. Di dalam sana terdengar suara detak yang begitu cepat. Apakah rasa itu muncul lagi setelah lebih dari tujuh tahun rasa itu terkubur di hatinya?

“Sifat Sungmin tidak bisa berubah dari dulu,” celetuk Yong Sun yang sudah duduk di sisi kiri Jirae sambil memberikan satu gelas jus jeruk padanya.

“Iya. Sungmin, seorang anak laki-laki yang hiperaktif. Seharusnya dulu kau juga bermain dengannya, Jirae-ya. Ternyata Rae Yoo juga sudah duduk di sisi kanan Jirae.

“Yak, apa aku harus menuliskan daftar kelakuan kalian berdua padaku dulu? Aku yakin akan butuh ratusan lembar untuk itu semua,” omel Jirae sambil menyipitkan kedua matanya dan melemparkan pandangan sinis itu ke arah kedua temannya secara bergantian. “‘Seharusnya dulu kau juga bermain dengannya, Jirae-ya’? Kalau dulu kalian tidak mengolok-olok kami, dari dulu aku sudah bersahabat dengannya,” timpal Jirae lagi.

Sesaat kemudian tiga namja itu berlari menuju tempat mereka duduk. Dong Jae dan Jung Soo terlihat terengah-engah. Begitu juga dengan Sungmin yang sudah melepas dua kancing atas kemejanya.

“Sudah puas bermain layaknya anak kecil?” Tanya Rae Yoo seraya melempar tiga kaleng soft drink pada tiga namja tersebut.

“Seharusnya kita bisa mengundang banyak teman kita lagi. Akan seru bila semua ada di sini.” Seru Jung Soo.

Sungmin terkekeh sambil meninju pelan lengan Jung Soo.

“Siapa yang menyuruhku untuk mengadakan reuni dadakan hari ini?” Yong Sun melirik Sungmin ketus. “Kalau bukan Sungmin yang merengek karena dia harus ke Jepang dua hari lagi untuk mengurusi pernikahannya, aku tidak akan mau.

“Pernikahan?” Sontak Jirae menoleh ke arah Yong Sun dengan terkejut. Apakah temannya ini baru saja mengucapkan kata pernikahan?

“Kau belum tahu, Jirae-ya? Sungmin bulan depan akan menikahi tunangannya. Yeoja blasteran Korea-Jepang itu pasti sudah katarak mau menikah dengannya,ujar Dong Jae yang langsung dijitak kepalanya oleh Sungmin.

Ada yang hancur berkeping-keping di dalam sana. Di dalam hati Jirae. Di dalam hati yang benar-benar dalam dan jauh dari permukaan. Jirae mengepalkan tangannya yang ia sembunyikan di dalam saku mantelnya.

Mata Jirae menangkap sebuah benda berwarna putih yang melingkar di jari manis Sungmin. Yang ia kirasejak awal ia bertemu dengan Sungmin di café tadihanyalah cincin biasa yang digunakan oleh pengusaha muda lainnya.

Tidak mungkin kini ia menampakkan wajah sedih. Ia harus terlihat terkejut dan bahagia mendengar berita menyakitkan itu. “Wah~ jadi kau akan menikah? Aigoo... aku rasa aku cemburu, Sungmin-ssi hahaha...” Jirae mencoba tertawa terbahak seraya mengusap setitik air yang keluar dari sudut matanya.

“Tenang saja. Aku akan memberikan undangan padamu, Jirae-ya. Akan kuantar sendiri. Special for you!” Sungmin tersenyum padanya.

Undangan pernikahan akan diantar sendiri oleh Sungmin? Bahkan mendengar berita pernikahan Sungmin saja sudah membuat Jirae harus mati-matian menopang tubuhnya agar tetap duduk tegak. Bagaimana nanti bila di depan pintu rumahnya sudah ada Sungmin yang sudah membawa sebuah undangan pernikahan untuknya?

“Bisa tidak kita mencari topik pembicaraan selain pernikahan Sungmin? Itu terlalu menyebalkan!Celetuk Yong Sun yang langsung dirangkul oleh Sungmin dengan erat.

“Dari tadi aku belum tahu pekerjaan Jirae,” Jung Soo memilih duduk di tanah sambil bersila menghadap tiga yeoja yang duduk manis di atas bangku di depannya.  “Jirae-ya, kau sekarang bekerja di mana?” Tanya Jung Soo memandang polos ke arah Jirae.

“Eoh, aku? Aku bekerja di... di gudang penyimpanan ikan beku, di dekat pelabuhan.” Jawaban Jirae ternyata membuat teman-temannya terenyah.

Jirae-ya...

“Wae? Apa ada yang salah?” Jirae menatap satu persatu teman-temannya itu.

“Yang ku tahu, tempat itu tidak cocok untuk yeoja. Kau yakin bekerja di sana?” Dong Jae bertanya dengan nada serius.

Jirae mengangguk. “Bahkan sudah berjalan dua tahun ini.” Tanpa sengaja mata Jirae menatap Sungmin yang sedang memandangnya dengan tatapan yang sulit ia artikan.

“Kau itu yeoja cerdas dan pintar. Bagaimana bisa kau bekerja di tempat seperti itu? Itu pekerjaan yang sangat kasar untuk ukuran seorang yeoja,ujar Sungmin pada Jirae.

“Gwaenchana. Aku menikmatinya,” jawab Jirae disusul seringai kecil di sudut bibirnya.
***

Selama perjalanan pulang, Jirae lebih diam dibanding sebelumnya. Berita pernikahan Sungmin ternyata sudah melemaskan setiap anggota tubuhnya. Ia hanya memandang jalanan di depan mobil Sungmin yang melaju kencang.

Apa rasa ini telah salah muncul tiba-tiba? Tentu saja sangat salah. Tidak mungkin ia menyukai namja yang sudah akan menikah. Bulan depan pula. Jirae memejamkan matanya.

“Kau sudah mengantuk?”

Sebuah suara membuat Jirae kembali membuka mata. “Ani. Aku hanya lelah,” jawabnya.

“Boleh aku bertanya sesuatu?” Namja itu memelankan laju mobilnya.

“…….”

“Setelah mengetahui hal-hal yang mengejutkan dari teman-temanmu termasuk aku, apa yang akan kau lakukan?”

“Eoh?”

“Tadi kudengar Jung Soo akan segera terbang ke Prancis untuk proyek barunya. Yong Sun akan ikut dengannya karena yeoja gila itu akan menjadi partner dalam proyeknya. Rae Yoo minggu depan akan mulai sibuk dengan butiknya yang ada di Cina. Dong Jae tiga hari yang akan datang sudah disibukkan oleh pemotretan di luar negeri. Sedangkan...

“Sedangkan kau akan segera menikah dengan tunanganmu bulan depan? Maksudmu itu?” Mata Jirae mulai terasa panas. Untung saja keadaan dalam mobil yang gelap membuat Sungmin tidak bisa melihat bahwa dirinya akan meneteskan air mata.

Sungmin tertawa pelan. “Ne, itu maksudku. Aku khawatir denganmu. Saat ku tahu kau bekerja di tempat penyimpanan ikan beku, aku sudah membayangkan betapa kerasnya pekerjaan itu.

Jirae menghela napas sejenak. “Teman-temanku sudah akan membuat kehidupan yang baru. Mungkin aku akan melanjutkan hidupku,” kata Jirae.

“Melanjutkan hidup... aku harap kau tidak membuka buku baru untuk melanjutkan hidupmu nanti.

“Maksudmu?”

Sungmin tidak menjawab. Ia membelokkan mobilnya menuju jalanan kecil yang akan mengantar mereka ke rumah Jirae.

“Aku pernah mendengar sebuah ungkapan. Melanjutkan hidup bukan berarti kita harus membeli buku baru untuk menuliskan sesuatu yang baru dalam hidup kita,” Sungmin menoleh ke arah Jirae.

“Lalu apa yang harus aku lakukan?”

“Cukup membuka lembar halaman baru pada buku yang sama,” kata Sungmin.

“Apakah itu harus?”

“Kadang pada lembar halaman sebelumnya, kita mempunyai catatan-catatan penting yang pasti akan kita gunakan kelak pada lembar yang baru. 
Dan aku tidak mau kau melupakan catatan-catatanmu yang ada pada halaman sebelumnya. Aku ingin kau mengingatnya.

Jirae mengepalkan tangannya. “Tapi ku rasa, ada beberapa catatan yang harus aku lupakan.

Mobil Sungmin berhenti di depan rumah Jirae. Sungmin menyuruh Jirae untuk segera keluar dan memintanya untuk segera istirahat. “Jaga dirimu baik-baik, Jirae-ya.”

Jirae melambaikan tangannya pada Sungmin yang sudah meninggalkan rumahnya. Dengan gontai yeoja itu memasuki rumah kecilnya. Sesaat setelah ia menutup pintu, tubuhnya merosot begitu saja. Kaki-kakinya lemas. Jirae memukuli dadanya. Berharap rasa sakit yang tak jelas itu segera menghilang dari dalam sana.

Jirae, ini salah. Ini tidak benar. Kau hanya terhanyut karena kau bertemu dengannya hari ini. Bukankah sebelumnya kau tidak apa-apa?” Ucapnya pada dirinya sendiri.

Drrt... Drrttt...

Ponselnya bergetar. Ada pesan masuk dari seseorang yang beberapa jam lalu baru saja bertukar nomor ponsel dengannya. Mendadak tangisnya pecah saat membaca isi pesan baru saja diterima.

From : Lee Sungmin
Aku ingin kau tidak melupakan catatan pada lembar halaman lamamu, dimana aku yakin di sana tertulis namaku... Lee Sungmin.

***

Sabtu, 13 Desember 2014

Just Like an Idiot

2014, 13th December

Sitting on front of my laptop, facing my laptop screen...
I tried to wipe my tears with the back of my hand. It was unstopable. My tears kept flowing like there's no tomorrow. I never thought i would cry so much from someone who doesn't even know me.

However... its been so long since i remembered the day i started standing these boys, this boy. It was glorious. The moment was incredible and everything sparkled. They were my inspiration... in school and ma life.

Wth. I feel like an emotional wreck. How come im crying now? Isn't it sad? How i cry for someone in front of my laptop screen weeping so damn hard and feeling like a shit. I still have their poster's and their photo's. Remembering way back when... when everything was awesome and free. Oh, and if u're wondering why im crying? Bcs they are too freaking hot and freaking cute or freaking handsome? No, isn't! But, bcs...

Today, is my bias wedding day...