WARNING!

DON'T JUDGE MY POST. BECAUSE, MY OPINION: "I WILL WRITE WHAT I FEEL."

Senin, 17 Juni 2013

Cerpen / Little Story / Oneshoot

“Would you be..............”

Selasa, 04 Desember 2012

Sore ini pusat tata surya menampakan cahayanya dengan indah. Perlahan-lahan pusat kehidupan itu menggelintir ke arah barat. Terlihat seorang perempuan berseragam putih abu-abu sedang asyik duduk di saung sambil menatap layar monitor yang berada dipangkuannya tersebut. Entah apa yang dilihatnya.

“La, would you be my girlfriend?” Suara berat seorang pria telah berhasil mengalihkan pandangan gadis itu dari laptop dipangkuannya.

“Eh? Apaan nih?” Gadis itu terlihat bingung melihat seorang pria dihadapannya menyerahkan sebuah boneka beruang berwarna pink.

“Ummm. I’d like you. Lola, would you be my girlfriend?” Sekali lagi Fadhil mengulang kalimatnya. Terdengar suaranya bergetar, sepertinya ia grogi.

Lola. Ya, itulah nama gadis tersebut. Bertubuh mungil dan memiliki kulit berwarna kuning langsat. Pola pikir dan daya ingatnya kurang baik. Teman-temannya terkadang jengkel bukan main apabila penyakit Lola muncul.

Hening. Lola masih diam. Sepertinya dia masih mencoba menyerap kalimat pertanyaan yang dilontarkan oleh Fadhil. Dengan indra penglihatannya, Lola menatap Fadhil yang terlihat gemetar mencengkram boneka beruang tersebut. Pink. Haha, semua bertema pink. Boneka berwarna pink, di kemas plastik transparan dengan partikel-partikel hati berwarna pink, dan di ikat dengan pita berwarna pink. Tampilan yang sangat apik!

“Hahaha, lo lagi latihan drama? Sumpah kocaaaaak! Jadi pingin ngakak gueee, Dhil.” Ucap Lola yang kemudian disusul oleh gelak tawanya.

“La, gue serius ih!”

“Hahaha, Lola parah banget sih. Kasian tuh anak orang lo buat gemeter gitu. Cepetan kasih kepastiaaan.” Terdengar dari jauh suara Aira dan Deni yang terlihat sedang menggenggam sebuah handycame sambil tertawa puas.

“Heh, Ra! Apa-apaan sih tuh handycame?! Ma—”

“Tsk! Yaudahlah La, terserah lo. Di saat gue serius, lo malah anggap main-main. Nih, bonekanya buat lo. Terserah mau lo apain tuh boneka.” Fadhil memotong ucapan Lola. Sepertinya ia sudah tak dapat menahan rasa groginya. Sebelum melangkahkan kakinya pergi meninggalkan saung itu, terlebih dahulu Fadhil menghabiskan teh botol yang disediakan oleh Aira. Haha, benar-benar habis!

Namun saat Fadhil hendak beranjak, lengannya ditahan oleh Lola. “Mau kemana? Gue kan belum ngasih jawaban ke elo.”

“Percuma, La. Elo juga gak akan—”

“I do.”

“Hah? You’re seriously?”

*** Little Story ***

Friendship end in relationship. Pasti sudah sering mendengar kalimat tersebut. Mungkin Fadhil dan Lola sedang berada didalam status tersebut. Yaaa namanya juga remaja, rasanya kurang lengkap jika tidak mencoba permainan ‘CiMon-CiMonan’.

Apa itu cimon? Gak tau yaaa? Ah, dasar upay! Kudet! Kamse! Iewh, hahah. Oke, back to topic. Cimon itu Cinta Monyet, permainan yang terdiri dari dua ekor monyet—tidak lebih dan tidak kurang—yang saling jatuh hati. Cieee. Setelah jatuh hati, dua ekor monyet itu menjalin sebuah hubungan. Namun seiring berjalannya waktu, mereka putus. Semenjak putus, dua monyet tersebut saling perang kalimat..... “Heh, monyet lo!”, “Elo tuh yang monyet!”, “Iya emang gue monyet. Lo juga monyet kan?!”, “Iya gue juga monyet. Cie samaan, mungkin kita jodoh. Jadian yuk, nyet!”, “Ayo!”..... Akhirnya merekapun kembali bersatu. Oke, ini absurd. Ya kurang lebih pengertiannya seperti itu.

Kalau ditanya, fase apa yang paling seru? Pasti sebagian besar akan menjawab, SMA. Kenapa? Yaaa you know laaah. Di SMA, semua klop jadi satu paket. Yang tadinya sahabatan terus jadi pacaran? Ada. Yang tadinya benci terus jadi cinta? Ada. Yang tadinya baby-babyan terus pas putus jadi babi-babian? Ada. Yang galau gara-gara ditolak gebetan? Ada. Yang galau gara-gara di PHPin? Ada. Yang jadi PHO? Ada. Yang naksir akut sama senior? Ada. Uhuk, ADA BANGET malah! Yang naksir sama junior? Ada. Yang aus yang ausss... Yooo dibeli mijonnya, prutangnya, ponoriswetnya. Lah, jadi jualan. Oke, ini absurd banget-_-

*** Little Story ***

“I think, we must..............”

Kamis, 21 Maret 2013

Sudah berjalan tiga bulan lebih Fadhil dan Lola terikat dalam status relationship. Tentunya tidak berjalan mulus-mulus saja. Pasti ada lika-liku dan hambatannya. Mulai dari saling cemburu, saling curiga, dan tidak percaya satu sama lain. Yaaa namanya juga pacaran, rasanya kurang lengkap jika tidak ada bumbu-bumbu tersebut.

Masalah baru mulai muncul kembali terhitung sejak tanggal 18 maret 2013, pada saat itu siswa-siswi tengah menghadapi Ujian Tengah Semester. Sistem tempat duduk kali ini diatur sebagaimana junior dipasangkan dengan senior. Kebetulan pada saat itu Lola duduk dengan senior pria yang notabenenya welcome—mudah bersosialisasi dengan orang baru dan cerewet. Dio namanya.

Semakin hari Dio dan Lola semakin dekat. Selalu ada saja topik pembicaraan yang mereka bicarakan. Tak heran jika teman-teman Lola merasa iri dengannya. Namun kedekatan Dio dan Lola menimbulkan emosi dalam diri Fadhil.

Emosi memuncak tepat pada tanggal 21 maret 2013. Ujian Tengah Semester pada hari kamis tersebut telah selesai. Terlihat Lola sedang berdiri didepan mading sambil menjinjing tempat makan tupperware berwarna hijaunya. Sesaat kemudian ia berbalik badan dan melihat dua orang murid berkejar-kejaran ditengah lapangan. Selain itu, disudut lapangan—dibawah pohon belimbing—terlihat segerombolan siswi yang sedang tertawa centil. Cih! Entah apa yang sedang mereka bicarakan.

“La, ada yang mau gue omongin.” Tiba-tiba suara seorang pria berhasil memecahkan lamunan Lola akan siswi-siswi disudut lapangan tersebut.

Lola hanya melirik kepada si-empunya suara itu. Tidak ada sepatah katapun yang keluar dari bibir mungilnya.

“La...”

“..........” Masih hening. Pandangannya masih tertuju pada segerombolan siswi yang berada disudut lapangan tersebut.

“LOLA! YOU CAN HEAR ME?! PLEASE!” Beruntungnya saat itu kooridor sedang sepi, ketika Fadhil meninggikan volume suaranya.

Gadis tersebut mencoba menguasai diri agar tidak kalut. Ia menggenggam erat kotak bekal yang berada ditangan kanannya. Tetap stay cool—melihat dingin ke arah pria dihadapannya. “Gue denger. Gue belum TULI!”

Tiga menit berlalu. Mereka berdua sama-sama terdiam. Berusaha mengontrol diri masing-masing.

“La, I think... Sorry, I think we must stopped in here. We must break-up.” Kali ini suara Fadhil terdengar lebih lunak.

“It’s ok!” Dengan cepat, Lola menjawab kalimat tersebut dengan sambutan seutas seringai lebar disudut bibirnya.

“Apa ada sesuatu yang mau lo jelasin ke gue?” Tanya Fadhil, dengan nada yang masih melunak.

“Gak ada. Percuma. Apa yang mau gue jelasin? Toh, selama ini elo lebih percaya sama omongan temen-temen lo kan? Makasih. Semoga kedepannya lo jauh lebih baik. Semoga elo... gak jadi orang bodoh yang mudah percaya dengan hasutan orang-orang yang ada disekeliling lo.” Ucap Lola panjang lebar.

“Sorry, La. Thanks alot for all. Three—”

Ucapan Fadhil terpotong saat tiba-tiba ada yang menepuk pundak Lola. “De, jadi pulang bareng kan? Come on!” Yap, tidak lain itu adalah Dio. Haha, senior yang duduk dengan Lola.

Lola tampak tersontak. Tertawa lebar ke arah Dio, kemudian menganggukkan kepalanya. “Ummm... Dhil, gue duluan ya.” Ucapnya singkat, sebelum melangkahkan kakinya dari hadapan Fadhil.

Pria tersebut terenyah ditempatnya ia berdiri sekarang. Sedangkan Dio dan Lola berjalan menuju tempat parkir. Melewati beberapa ruang kelas. Dan terdengar tawa ringan mereka. Entahlah apa yang menjadi bahan tawaan mereka.

*** Little Story ***


Yaelah, serius banget? Yaaa namanya juga anak SMA, gak usah serius-seriusan lah yaaa. Nikmatin aja dulu masa-masanya. Kalo mau serius mah, ke KUA ajeee sonoh!